Kitab Dzamm al-Kibr wa-l-‘Ujb (27) | Kitab ke-29 Ihya’ ‘Ulum ad-Din

~ Oleh: Muhammad Ma’mun
12. Mengobati Bangga-Diri. Mengobati setiap penyakit hati caranya sebenarnya sederhana: yaitu dengan melakukan kebalikan penyebabnya. Penyebab bangga-diri adalah kebodohan. Maka cara mengobatinya adalah dengan menambah pengetahuan yang akan menghapus kebodohan tersebut.
Kita bisa membagi sikap bangga-diri menjadi dua. Pertama, ada sikap bangga-diri yang timbul karena ‘pilihan’. Misalnya, bangga karena melakukan ibadah, sedekah, jihad, dan pemimpin umat. Kedua, ada sikap bangga-diri karena sesuatu yang dimiliki manusia bukan karena ‘pilihan’. Misalnya, karena rupa, kekuatan fisik, nasab, dst.
Bila seseorang bangga karena bisa melakukan ibadah, sedekah, jihad, atau perbuatan baik apapun yang ia lakukan karena ‘pilihannya’ sendiri, ia sepatutnya merenungkan kehendak yang timbul dalam dirinya, kemampuannya untuk bertindak, dan segenap anggota badan yang ia miliki. Dari mana semuanya ini berasal? Bila ia menyadari bahwa segala kemampuan yang ia miliki berasal dari Allah semata, bukan dari dirinya sendiri, semestinya perasaan bangga tersebut diarahkan kepada Allah semata, kepada belas kasih, dan kedermawanan-Nya.
Terkadang orang berpikir begini, “Tuhan memang maha bijaksana dan maha adil. Dia tidak akan memberikan anugerah secara acak. Dia memberikan anugerah kepadaku karena Dia tahu bahwa aku memiliki kelebihan dalam batin yang tak dimiliki oleh orang lain.” Terhadap pikiran seperti ini bisa dikemukakan bantahan, “Tapi bukankah kelebihan batin yang Engkau miliki pun merupakan pemberian Tuhan pula? Bukan karena usaha dan ikhtiarmu? Seandainya Engkau menjadi koki ternama dan Engkau mendapat penghargaan karena kemampuanmu yang hebat dalam memasak makanan, Engkau mungkin akan bangga karena kemampuanmu yang hebat. Tapi bukankah kemampuanmu yang hebat pun karena pendidikan dan pelatihan para guru yang melatihmu?”
Dengan demikian, perasaan bangga-diri yang dimiliki oleh seorang ahli ibadah atas ibadahnya atau ulama atas pengetahuan yang dimilikinya, orang cantik atas kecantikannya, atau orang kaya atas kekayaannya adalah tak berguna. Karena semua kelebihan tersebut merupakan anugerah Allah semata. Manusia cuma menjadi lokus belas kasih dan kedermawanan Allah semata.

Leave a Comment