- Posted on
- Ihya' 'Ulum ad-Din
- 173 Views
Kitab Dzamm al-Kibr wa-l-‘Ujb (24) | Kitab ke-29 Ihya’ ‘Ulum ad-Din
~ Oleh: Muhammad Ma’mun
Tentang Bangga-Diri. Nabi bersabda, “Tiga hal akan mencelakakan [manusia di akhirat nanti]: kikir yang dibiarkan, nafsu yang dituruti, dan ketika seseorang bangga akan dirinya.”
Ibn Mas‘ud berkata, “Manusia celaka karena dua hal: putus asa dan bangga diri.” Ibn Mas‘ud menyebut keduanya karena kebahagiaan [di akhirat] tak mungkin diraih kecuali dengan usaha, ikhtiar, kesungguhan, dan ketekunan. Orang yang putus asa tak mungkin berusaha dan berikhtiar; dan orang yang bangga-diri merasa ia telah berhasil meraih apa yang ia cari sehingga ia tidak mau berusaha. Orang yang disebut pertama tak mau berusaha karena ia merasa mustahil meraih kebahagiaan, sementara yang disebut terakhir tak mau berusaha karena merasa telah berhasil meraih kebahagiaan. Keduanya sama-sama celaka karena sama-sama tak mau berikhtiar.
Allah berfirman, “Jangan sok suci! Allah lebih tahu tentang siapa yang paling bertakwa.” Ibn Juraij menjelaskan, “Pengertiannya adalah: bila Engkau berbuat kebaikan, jangan berkata, ‘Aku telah berbuat kebaikan!’” Sementara itu, Zaid ibn Aslam menerangkan, “Jangan yakin bahwa Engkau telah berbuat kebaikan. Inilah yang disebut bangga-diri.”
Mutharrif berkata, “Menghabiskan malam dengan tidur lalu bangun dengan perasaan menyesal lebih baik bagiku daripada salat semalam suntuk lalu bangun pagi dengan perasaan bangga.”
Nabi bersabda, “Seandainya Kalian tidak berbuat dosa, aku khawatir Kalian melakukan sesuatu yang lebih besar daripada dosa. Yaitu bangga-diri.”
Bisyr ibn Manshur pernah salat berlama-lama di masjid. Di belakang, seseorang duduk memperhatikannya. Setelah selesai salat dan menyadari bahwa seseorang di belakangnya memperhatikan ibadah yang ia lakukan, ia segera berkata, “Jangan kagum dengan yang barusan kulakukan. Karena Iblis dulunya lama beribadah bersama para malaikat. Tapi kita tahu bagaimana ceritanya sekarang.”
‘A’isyah pernah ditanya, “Kapan seseorang dapat dipandang buruk?” Ia menjawab, “Bila ia menyangka bahwa ia dirinya baik.”