- Posted on
- Ihya' 'Ulum ad-Din
- 281 Views
Kitab Dzamm al-Kibr wa-l-‘Ujb (22) | Kitab ke-29 Ihya’ ‘Ulum ad-Din

~ Oleh: Muhammad Ma’mun
Dengan pengetahuan-pengetahuan yang disebut di atas, kita akan bisa menyembuhkan hati dari kesombongan. Cuma masalahnya, terkadang, ada orang yang setelah menyerap pengetahuan-pengetahuan di atas malah menyembunyikan sikap rendah hatinya dan merasa sudah terbebas dari perasaan sombong. Padahal perasaan sombong itu masih tersimpan dalam dirinya. Bila ini yang terjadi, ia menjadi lupa pada janji yang ia buat untuk bersikap tawadu dan ia pun kembali ke karakternya yang lama.
Terhadap orang-orang yang seperti ini, ilmu saja tidak cukup untuk mengobati perasaan sombong. Di sini harus ditambahkan amal juga. Caranya adalah dengan membiasakan diri dengan akhlak orang-orang tawadu di kesempatan-kesempatan tertentu ketika perasaan sombong atau gengsi biasanya berembus di dalam hati. Yaitu dalam lima kesempatan:
a. Ketika kita sedang berdiskusi atau berdebat dengan orang lain, lalu terbukti ternyata yang memiliki pendapat benar adalah lawan bicara kita, bisakah kita menerima pendapatnya, mengakui kebenaran pendapat orang tersebut secara terbuka, dan berterima kasih kepadanya karena telah memperlihatkan kebenaran kepada kita?
b. Dalam acara-acara seremonial, bisakah kita menerima posisi di belakang, bukan di tempat-tempat yang disediakan untuk para tamu VIP, atau tidak diberi peran apapun oleh pembawa acara?
c. Bersediakah kita menerima undangan dari orang-orang miskin atau mereka yang berasal dari kelas sosial rendah; atau berbelanja sendiri ke pasar?
d. Bersediakah kita mengerjakan tugas-tugas sehari untuk keperluan diri sendiri atau kepentingan keluarga, seperti menyapu lantai dan halaman rumah, mencuci baju, dan menemani istri berbelanja ke pasar?
e. Gengsikah kita kalau berpakaian sederhana dan murahan saat bertemu dan berinteraksi dengan tetangga dan kerabat? Apakah kita masih merasa perlu membedakan antara baju yang dipakai di rumah dengan yang kita pakai saat diundang tetangga atau mengikuti acara seremonial?
Dalam kesempatan-kesempatan ini, kita sebaiknya memaksa diri kita melakukan hal-hal yang dibenci oleh ego kita. Misalnya, ketika kita merasa pendapat lawan kita dalam perdebatan adalah benar tapi kita merasa gengsi untuk mengakui kebenaran pendapatnya, kita sebaiknya memaksa diri kita untuk mengakui kesalahan kita secara terbuka dan berterima kasih kepada lawan bicara kita karena wawasan baru yang kita dapatkan.