Kitab Dzamm al-Kibr wa-l-‘Ujb (17) | Kitab ke-29 Ihya’ ‘Ulum ad-Din

~ Oleh: Muhammad Ma’mun
b. Yang kedua: membuang motif-motif yang menyebabkan orang-orang sombong, yaitu ketujuh motif yang telah kita bahas sebelumnya.
i. Motif yang pertama adalah nasab. Orang yang dikuasai oleh kesombongan karena nasab dapat mengobati hatinya dengan dua hal. Yang pertama adalah dengan menyadari bahwa sombong karena kelebihan orang lain—bahkan biarpun ia adalah leluhur kita—adalah kebodohan. Misalnya, seseorang yang tidak memiliki pengetahuan merasa bangga karena leluhurnya adalah orang alim, bagaimana kealiman leluhurnya dapat menutupi kelemahan dirinya? Kebodohannya? Seandainya leluhurnya masih hidup, ia mungkin akan berkata, “Nak, yang punya kelebihan itu aku. Lha kamu sendiri kelebihannya apa?”
Yang kedua adalah dengan mengetahui nasabnya yang hakiki. Yaitu dengan mengenal ayah dan kakeknya. Ayahnya yang terdekat berasal dari segumpal darah yang kotor; sementara kakeknya yang terjauh—Adam—diciptakan dari segumpal tanah yang tak berharga. Bagaimana seseorang yang berasal dari sesuatu yang kotor dan tak berharga membanggakan asal-usul dirinya?
ii. Motif yang kedua adalah keelokan rupa. Cara mengobatinya adalah dengan tidak hanya melihat tubuh yang indah atau wajah rupawan, tapi menembus ke bagian dalam tubuh kita. Di balik tubuh yang indah dan wajah yang rupawan, kita akan bertemu dengan tulang-belulang, darah kental yang mengalir ke seluruh tubuh, daging dan urat saraf yang bertebaran di sekujur tubuh. Dari kemaluan dan anus, sesuatu yang menjijikkan keluar secara teratur dari tubuh kita.
Bila kita menyadari bahwa kita diciptakan dari sesuatu yang kotor dan menjijikkan, hidup dengan mengeluarkan sesuatu yang najis dari tubuh kita, dan nantinya akan menjadi bangkai yang busuk, bagaimana kita akan bangga dengan kemolekan tubuh dan wajah yang rupawan yang cuma menjadi bungkus dari sesuatu yang menjijikkan?
iii. Motif yang ketiga adalah kekuatan fisik. Untuk mengobatinya, kita sepatutnya insaf bahwa tubuh kita yang kuat selalu rentan untuk diserang oleh pelbagai penyakit dan kekurangan. Bila kita diserang penyakit, dan kita kehilangan kekebalan dan kekuatan kita, hal yang selalu kita bangga-banggakan pun tiba-tiba lenyap. Seandainya seekor nyamuk menghisap darah kita, atau serangga masuk ke dalam hidung dan telinga kita, kekuatan fisik kita seperti sia-sia untuk menghadapinya.
Dan bila kita membandingkan kekuatan fisik manusia dengan hewan-hewan yang lain: dengan sapi, keledai, gajah, atau onta, bisakah kita membanggakan kekuatan fisik kita di atas mereka? Kenyataannya, kelebihan manusia di atas binatang-binatang ini karena kemampuan berpikirnya yang tidak berada di ranah fisik. Dengannya, manusia menciptakan alat yang dapat ia gunakan untuk mengendalikan hewan dan memastikan supremasi manusia di atas binatang-binatang yang lain.

Leave a Comment